1. A Document released by the American Civil Liberties Union:
Warrantless surveillance of telephone calls, text messages and emails has shot up dramatically in recent years and real time monitoring of electronic communications jumped 60 percent from 2009 to 2011
2. Antiwar.com:
National Security Agency whistleblower William Binney said in Mid July that the U.S. government is secretly gathering information “about virtually every U.S. citizen in the country” in “a very dangerous process” that VIOLATES AMERICAN’S PRIVACY.
3. Today, Americans can be subject to search and seizure WITHOUT A WARRANT, detained or imprisoned INDEFINITELY , WITHOUT charge, WITHOUT evidence, WITHOUT a lawyer, WITHOUT a trial, or EVEN tortured or assassinated merely for being accused of being associated with terrorism.
Israeli Official Sources: US sell weapons to Israel
under the deal, Washington will supply Tel Aviv with 6,900 satellite-guided smart bomb.
10,000 mixed bombs, including 3,450 one-tonners, 1,725 bombs each weighing 250 kilograms and two kinds of buster-bunkers —1,725 of GBU-39 and 3,450 of BLU-109 bombs.
(from November 14 to November 21.) Israeli airstrikes, shelling, and artillery fire left more than 160 Palestinians, including many women and children dead and over 1,200 others injured.
William Hague, menteri luar negeri Inggri tiba di Bahrain untuk mengikuti Dialog Manma 2012. Hadir pula bersama Hague, Lord Astor, deputi Departemen Pertahanan Inggris di parlemen dan Jend. Sir David Richard, kepala staf gabungan militer Inggris.
Agenda utama Dialog Manama 2012 adalah krisis dan transformasi Suriah. Para peserta mengklaim bahwa mereka dari 28 negara dunia datang ke Bahrain. Selain agenda di atas akan dibahas juga berbagai isu lainnya seperti perang anti terorisme, sektarianisme di kawasan dan keamanan Selat Hormuz. Uniknya, di Dialog Manama ini tidak tercantum agenda pembicaraan mengenai pelanggaran hak dasar dan kebebasan warga Bahrain oleh rezim al-Khalifa.
Pemerintah Barat termasuk Inggris tidak mengakui adanya Musim Semi Arab di Bahrain. Artinya negara Barat mengakui secara resmi tuntutan rakyat Tunisa dan Mesir untuk menggapai kebebasan politik dan keadilan ekonomi, namun mereka menyebut tuntutan serupa oleh rakyat Bahrain sebagai bentuk pemberontakan dan tindakan huru-hara.
Oleh karena itu, Barat menyebut dirinya sebagai pembela kubu oposisi di negara-negara seperti Mesir, Tunisia dan Suriah, namun terkait Bahrain malah menyeru warga untuk bersabar menghadapi rezim Manama. Barat dalam reaksinya terhadap konflik antara pemerintah Suriah dan kubu oposisi berulang kali memprotes Moskow karena Rusia masih tetap saja komitmen terhadap kontrak senjatanya dengan Damaskus.
Di sisi lain, Barat termasuk Inggris tidak menghentikan pengiriman senjata kepada pemerintah Bahrain. Rezim al-Khalifa memanfaatkan senjata kiriman Barat untuk menumpas aksi damai warganya sendiri. Poin penting lainnya, Inggris di bulan Oktober tahun ini menandatangani kesepakatan pertahanan dengan Manama di tengah-tengah aksi demo warga. Hal ini dapat dicermati sebagai dukungan serius London terhadap rezim Manama dan aksi penumpasan terhadap kubu oposisi di negara ini.
Terlepas dari itu semua, di pertemuan tahun ini antara kedua menlu di London, William Hague secara resmi menyatakan dukungan Inggris terhadap rezim al-Khalifa di Bahrain. Mereaksi dukungan ini, Pangeran Mahkota Salman bin Hamad bin Isa al-Khalifa Jumat malam (7/12) saat membuka Dialog Manama 2012 di bagian pidatonya khusus memuji Inggris.
Pangeran Salman menandaskan, “Kalian (Inggris) terdepan dari negara Barat dalam mendukung kami.” Ia pun mengucapkan terima kasih kepada London yang telah membantu mereformasi sistem peradilan dan kepolisian Bahrain.
Di sisi lain, sejumlah kubu oposisi Bahrain menyatakan, selain militer Arab Saudi, militer Inggris juga terlibat di operai penumpasan demo warga di Bahrain. Menyaksikan kinerja London ini, hal yang dilupakan di Dialogh Manama adalah tuntutan legal warga Bahrain untuk berpartisipasi lebih adil kubu mayoritas Syiah di pemerintahan yang selama ini dimonopoli oleh kubu minoritas Sunni dan rezim al-Khalifa.
Ketua Biro Politik Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas), Khaled Meshaal menandaskan, dengan pengorbanan dan dukungan terhadap muqawama Palestina, rakyat Palestina dengan susah payah berhasil mematahkan agresi brutal Rezim Zionis Israel di perang delapan hari Jalur Gaza.
Meshaal yang berbicara di peringatan ke-20 pembentukan Hamas dan kemenangan perang delapan hari di Jalur Gaza Sabtu (8/12) menegaskan, “Kemenangan di perang Gaza mengawali kemenangan lain muqawama Palestina dalam menghadapi rezim ilegal Israel di Ramallah, Baitul Maqdis dan Haifa.
Ketua Biro Politik Hamas ini juga menjelaskan bahwa para syuhada memainkan peran penting di kemenangan melawan penjajah Israel di perang delapan hari Gaza. “Darah para syuhada harus dihormati sepanjang masa, karena mereka telah mengorbankan jiwanya demi membela bumi Palestina dan karenanya nama mereka akan senantiasa dikenang sejarah serta terus hidup,” kata Meshaal.
Seraya menekankan hak legal para pengungsi Palestina untuk kembali ke tanah air mereka, Meshaal menandaskan, “Saat-saat kembalinya para pengungsi Palestina ke rumahnya telah tiba. Sama seperti kita saat bersatu di medan perang, maka kita juga akan tetap bersatu soal prinsip dasar, tanah Palestina, al-Quds dan hak kembali pengungsi Palestina.”
Meshaal tiba di Jalur Gaza pada hari Jumat (7/12) untuk mengikuti peringatan ke-20 pembentukan Hamas. Saat berkunjung ke rumah Sheikh Ahmad Yassin, pendiri Hamas di kawasan al-Sabrah, Meshaal mengatakan, “Sheikh Yassin adalah simbol dan teladan rekonsiliasi dan persatuan nasional Palestina dalam menghadapi Rezim Zionis.”
Ismail Haniyah, perdana menteri Palestina pilihan rakyat juga menyampaikan pidatonya di peringatan ulang tahun ke-20 kelompok muqawama ini pada hari Sabtu. “Rezim penjajah Israel pasti akan musnah dan rakyat Palestina tidak akan pernah membiarkan tanah air mereka senantiasa dikuasai musuh,” tegas Haniyah.
According to the report, following a rise in the US radar activities in the Astara Rayon region of Azerbaijan as well as the presence of Israeli military advisors in the country, Azerbaijan has been using Orbiter ultra-light drones assembled with the help of Israeli experts to carry out operations along the border with Iran and Karabakh.
According to Iranian military experts, Azerbaijan also uses Hermes-450 unmanned aerial vehicles (UAVs) for control and surveillance missions.
Israel has sold 10 Hermes-450 drones, manufactured by Elbit Systems, to Azerbaijan between 2009 and 2012.
The Hermes-450 UAVs are equipped with GPS, which means they can also provide an outside observer with satellite images sent by the drone
In 2009, reports released by certain media regarding an agreement between Israeli President Shimon Peres and his Azeri counterpart, Ilham Aliyev, on the deployment of electronic stations confirmed that Azerbaijan and Israel were cooperating on satellite systems.
According to experts, Israeli satellites are closely cooperating with Azeri drones, though they have a long way to go before reaching the ideal level.
The Hermes-450 UAVs can be equipped with offensive systems such as air-to-air and surface-to-air missiles as well as electronic warfare equipment. However, their limited range of mission, which is up to 200-300 kilometers, has restricted their use for operational and strategic purposes.
Israel and Azerbaijan have signed a USD 1.6 billion deal for selling Heron and Searcher offensive drones to Baku to make up for that limitation.
Pentagon spokesman George Little has acknowledged that the unmanned aerial vehicle that Iran captured while it was flying over the Persian Gulf is a US-made ScanEagle.
A commander of Iran’s Islamic Revolution Guards Corps (IRGC) said on Wednesday that the Islamic Republic fully extracted data from the US spy drone, which was captured by Iranian forces over the Persian Gulf upon its intrusion into Iranian airspace on Tuesday.
“The drone, in addition to gathering military data, used to pursue gathering data in the field of energy, especially the transfer of oil from Iran’s oil terminals,” Head of the IRGC Public Relations Department Brigadier General Ramezan Sharif added.
The Pentagon spokesman is the first US official to admit to the loss of the pilotless aircraft, an issue that other high-ranking officials have shied away from verifying fearing the domestic and international backlash over the case which is not the first of its kind.
Little, however, added that it couldn’t be determined whether the captured drone was operated by the US.
Iran has released footage of the captured drone, which is a long-endurance aircraft manufactured by Insitu, a subsidiary of Boeing.
Following Iran’s announcement about the capture of the spy aircraft, the US Navy said it had not lost any drones, adding that the ScanEagle is an “off the shelf variety” which could have belonged to another country.
Sharif, however, urged the United States to accurately recount its drones, saying Iran will release more information on the aircraft if deemed necessary.
Last year, the Iranian military also grounded a US RQ-170 spy drone while it was flying over the Iranian city of Kashmar, some 140 miles (225 km) from the Afghan border.
Last month, Iran repelled a US drone that had entered the country’s airspace above the territorial waters of the Islamic Republic in the Persian Gulf.
The media reported on Thursday that Darfur authorities found an Israeli Park Services GPS chip attached to the bird.
The vulture was on an espionage mission for the Tel Aviv regime, the media stated, adding that the bird had a leg band with labels that read in Hebrew, “Israel Nature Service” and “Hebrew University, Jerusalem.”
The equipment fastened to the vulture was capable of taking photos and sending them back to Israel.
However, Israel’s National Parks Service has denied the reports and said that both the GPS chip and the device were used by ecologists to track migration.
On October 24, Sudanese Minister of Information Ahmed Bilal Osman said four Israeli warplanes had attacked a weapons production factory in the Sudanese capital, Khartoum, killing at least two people.
Sudanese President Omar al-Bashir said on October 26 that the “reckless behavior is a manifestation of Israel’s concerns and nervousness about the political and social upheavals in the region and about the progress in Sudan.”
Sudan is not the only state reporting the capture of a bird with Israeli spying equipment attached to it.
In 2011, Saudi media reported that authorities had captured a griffon vulture with Israeli spying equipment attached to one of its legs, and a “Tel Aviv University” label.
Transparency International dalam laporan tahunannya menyebutkan, Arab Saudi dan Kuwait berada di peringkat 66 jadwal kesehatan birokrasi, dan terendah di antara negara-negara Arab lain.
Alalam (6/12) melaporkan, lembaga ini setiap tahun merilis laporan tahunan tentang penyimpangan birokrasi di berbagai negara dan dalam laporan terbarunya disebutkan bahwa korupsi serta penyimpangan birokrasi terus berlanjut di dunia dan bahkan di dua pertiga negara dunia masalah nyaris tidak terkontrol.
Berdasarkan laporan tersebut, Qatar dan Uni Emirat Arab berada di peringkat 27.
Yunani dan Italia menghadapi krisis korupsi dan penyimpangan birokrasi terbesar di Eropa.
Dalam 174 urutan Tranparency International itu, Korea Utara, Somalia dan Afghanistan berada di peringkat terakhir, sementara Denmark, Finlandia dan Selandia Baru berada diperingkat pertama.
Jerman menduduki peringat 13 sementara Perancis berada di urutan 22 transparansi birokrasi.
Transparency International adalah sebuah lembaga independen yang bermarkas di Berlin, Jerman. Dibentuk pada tahun 1993, setiap tahunnya lembaga ini merilis laporan mengenai tingkat tranparansi dan kesehatan brikorasi serta korupsi di berbagai negara.